Dekapan Ukhuwah Para Murabbiyah
Mengapa Aku Memilih Tarbiyah?
(Dekapan Ukhuwah Para Murabbiyah)
Cuplikan naskah peserta lomba menulis DPD Wahdah Islamiyah Mamuju 2019
Oleh: Irmawati
Dekapan ukhuwah para murabbiyah dan juga para akhwat ummahat yang menjadi alasan untuk memulai tulisan ini, walaupun kesempatan menulis sudah terbuka sejak beberapa bulan yang lalu namun jari jemari ini baru saja tertarik untuk menari di atas keyboard.
Teringat masa itu, mudik lebaran 3 tahun yang lalu, dimana kami memilih untuk mencoba mudik lewat jalur darat, lintas Kabupaten hingga lintas Propinsi. Saya yang dari Sulawesi Barat dan zauji dari Sulawesi Tenggara, berdomisili di Mamuju, dan ketika mudik berangkat dari Sulawesi Barat (Mamuju) menuju Sulawesi Tenggara (Raha).
بِسْمِ اللَّهِ ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ ، وَلا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّه
Pagi, tepatnya tanggal 2 Juli tahun 2016 mengawali langkah kami untuk melakukan safar. Saya bersama suami dan 3 orang anak beserta 2 orang ikhwah yang menyertai kami sampai Kabupaten Polman dan Palopo. Dengan penuh tawakkal kepada Allah kami pun memulai perjalanan.
سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْن
Bismillah…..
Tanpa terasa, satu persatu ikhwah yang menyertai kami sampai di tujuan masing-masing dan tibalah kami di Kota Palopo. Ujian pun mulai terasa, kami yang baru melintasi kota ini masih sangat terasa asing dengan kondisi jalanan atau sekedar mencari tempat untuk istirahat. Dengan menggunakan google map sebagai pendukung untuk mencari arah dan hotel, berjam-jam kami menelusuri jalan demi jalan, akhirnya sekitar jam 11 malam kami sampai di salah satu hotel untuk sekedar merebahkan badan. Melepaskan sedikit lelah dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk melanjutkan perjalanan esok harinya, prediksi perjalanan maksimal 3 hari untuk sampai ke tujuan.
Qadarullah… berangkat dari Kota Palopo, tanggal 3 di subuh hari, melewati perbatasan panjang yang menghubungkan Luwu Utara (Sulawesi Selatan) dan Kolaka Utara (Sulawesi Tenggara). Di tengah teriknya matahari dan dalam kondisi tadabbur alam, menyadari betapa luas ciptaan Allah, betapa kuasaNya yang menciptakan alam ini dengan segala keelokannya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pemandangan selama perjalanan sungguh indah, melewati gunung dan jurang yang membuat hamparan laut nan luas terlihat sangat menyejukkan mata, kami sempat ingin berhenti sekedar untuk mengambil gambar akan tetapi sepinya jalanan mengurungkan niat untuk berhenti, khawatir kalau-kalau ada yang memanfaatkan sepinya jalanan ini.
Kami terus berlalu hingga sampai pada sebuah tanjakan, dimana di tengah jalanan terdapat sebuah batu. Dalam penglihatanku yang saat itu tidak sedang berpuasa, terlihat jelas sekali kalau batu tersebut cukup besar, tetapi berbeda di mata zauji. Batu itu terlihat kecil dan bisa dilewati, zauji pun tancap gas dan akhirnya terdengar bunyi plok…(tangki bensin kena batu itu). Saya hanya bisa berucap Innalillah dan perjalanan kami dilanjutkan kembali.
Sampai akhirnya mendapati jalanan yang lumayan rata dan rasa penasaran untuk berhenti pun muncul. Mata ini langsung mengarah pada meteran bensin, saya mengucapkan Innalillah yang kedua kalinya, bensin yang terisi penuh sebelum meninggalkan kota, kini….. sontak zauji panik. “Ummi… tangki bensin bocor”, dia sudah mulai berkaca-kaca. Seketika Allah menurunkan ketenangan kepadaku untuk tidak menambah rumit masalah. Tetap dalam do’a, begitu kataku sambil menoleh ke belakang, memandangi anak-anak yang tertidur pulas.
Ya Allah, tolonglah kami, tidak ada yang mampu menolong kami kecuali Engkau. Waktu berlalu, hampir sejam kami berhenti dan belum ada solusi. Tetap dalam do’a, tetap dalam do’a, tawakkal kepada Allah sebagaimana tawakkal diawal perjalanan, yakin bahwa ini adalah bagian dari rencana Allah.
Belum muncul ide menghubungi orang lain kecuali ikhwah teman sekampung zauji yang juga berangkat via darat namun berangkat duluan beberapa jam dari kami. Sama sekali tidak ada dipikiran kami untuk menyampaikan kondisi ini kepada keluarga kecuali yang bisa dipercaya, takut membuat mereka merasa khawatir.
Stock perasaan tenang pun mulai mengikis, mengingat waktu tetap berlalu dan kami masih di kondisi yang sama dan stock bensin juga yang semakin menipis. Diputuskan untuk memulai kembali perjalanan dengan kondisi bensin yang terus mengalir. Sambil berdo’a, mencoba menyampaikan kondisi ini di salah satu grup whatsapp dimana grup itu dihuni para murabbiyah, akhwat wa ummahat. Tangisan pecah saat perhatian mereka tertuju kepada kami, tidak henti-hentinya handpone berbunyi pertanda WA masuk di grup tersebut. Dengan segala arahan, do’a dan pertanyaan “dimana mi?, bagaimana kondisinya?”. Hal itulah yang membuat kami merasa kuat. Jazaakumullahu khairan.
Dari arah depan ada mobil open cup yang sedang melaju, kami berhenti dan berusaha minta bantuan. Alhamdulillah mereka pun berhenti, sepertinya mereka sering melewati jalanan ini. Beberapa pemuda yang menumpangi mobil tersebut dengan berbekal peralatan mandi, mencoba memberikan solusi dengn menempelkan sabun mandi batang di area tangki bensin mobil kami yang bocor.
Dan dari arah belakang sebuah mobil sedan juga hendak melewati kami, tapi karena melihat kami butuh bantuan, sepasang suami istri yang berada dalam mobil tersebut juga berhenti. Kehadiran dari 3 mobil ini dengan penumpangnya masing-masing cukup mengurangi kondisi rasa seram dan sepinya jalanan ini.
Alhamdulillah, setelah menempelkan sabun pada tangki, aliran bensinpun berubah menjadi rembesan saja meski kami tetap khawatir karena pada meteran bensin tersisa satu strip. Para pemberi bantuan menyarankan untuk segera melanjutkan perjalanan, khawatir jangan sampai bensin habis sebelum dapat perkampungan. Perjalanan kami lanjutkan dengan kawalan do’a dan perhatian dari para murobbiyah, akhwat wa ummahat.
Menurut informasi, jarak tempuh untuk sampai perkampungan di Kolaka Utara sekitar 40 Km lagi. Bensin yang tersisa satu strip dan hari pun menjelang sore. Cuaca masih terasa panas dan salah seorang dari anak kami sedang muntah di jok belakang (mabok karena AC mobil tidak on lagi). Hanya bisa berkata sabar nak, tanpa bisa mengurusinya karena di pangkuan juga ada anak yang baru berumur satu tahun yang butuh ditenangkan. Sambil menenangkan zauji agar tetap fokus menyetir.
Tangis dalam hati dan tetap minta do’a dari penghuni grup WA. Salah satu murabbiyah yang membimbingku di awal tarbiyah memberi pesan, “berdo’alah dengan bertawassul dengan amalan-amalan shaleh yang pernah dilakukan sebagaimana para pemuda-pemudah kahfi”. Tidak ada amalan yang bisa kuingat kecuali niat yang ingin membahagiakan keluarga zauji dengan kedatangan kami, dimana mudik ini adalah yang pertama kali sejak bapak mertua saya berpulang.
Dan yang masih terasa hangat diingatan adalah indahnya kebersamaan bersama muslimah-muslimah tangguh dalam kegiatan tebar ifthor di beberapa tempat di Mamuju sebelum mudik. Ada harapan besar dalam hati kami sekiranya Allah memberikan pertolongan kepada kami, bisa kembali sampai ke Mamuju lagi, berkumpul dengan keluarga, berkumpul kembali dengan para muslimah tangguh itu, kembali berada dalam halaqah tarbiyah dan majelis-majelis ilmu syar’i lainnya. Menjadi salah satu bagian dalam barisan para pejuang-pejuang dakwah sebagaimana para murabbiyah kami.
Kekuatan hati, rasa tenang, bahkan kami merasakan keajaiban, bensin yang tetap bertahan sampai mendapati bengkel itu adalah salah satu keajaiban yang Allah Azza Wajalla berikan dalam perjalanan kami. Semua atas do’a-do’a yang melangit di kejauhan sana, yang Allah perkenankan. Tidak sedikit kami membayangkan ketika Allah sang pemilik kuasa menginginkan sesuatu yang buruk dalam perjalanan ini. Bensin yang bocor di tengah teriknya matahari, hanya dengan sedikit percikan api saja kami bisa celaka, namun Allah masih menghendaki kebaikan buat kami.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
Meskipun kisah perjalanan ini masih panjang karena masih harus diuji dengan antrian di pelabuhan fery yang membuat kami harus bermalam lagi ke-3 kalinya dalam perjalanan. Satu malam di Palopo, satu malam di Kolaka Utara, dan malam ke tiga ini di pelabuhan, baru sampai di tujuan di hari ke empat perjalanan.
Kisah ini cukup mengajarkan kami banyak hal, merasakan buah dari tarbiyah yang membentuk diri kami. Dari keadaan yang jahiliyah sampai bisa memahami dan merasakan arti kata sabar, tawakkal serta solidaritas yang tinggi dan ikatan ukhuwah yang begitu kuàt dari para murabbiyah, akhwat dan ummahat baik pada saat dekat maupun jauh, menjadi salah satu diantara sekian alasan “mengapa saya memilih tarbiyah”.
Dan diakhir tulisan ini terucap do’a dan harapan semoga diistiqomahkan dalam tarbiyah dan tetap semangat dalam mengemban amanah-amanah dakwah. Aamiin ….
Mamuju 16 Ramadhan 1440 H