Artikel

MESIN ITU BERNAMA TARBIYAH (Awal Sebuah Perjuangan)

Oleh. Amiruddin, S.Pd.I., M.Pd.I

Tercatat banyak nama dan tokoh yang telah berjaza, berperan atas terwujudnya lembaga dakwah ini, penulis sengaja tidak menyebutnya satu-persatu, biarlah nama-nama mereka tercatat dalam buku catatan Malaikat yang mulia, yang tidak akan menyia-nyiakan, serta tidak melewatkan sedikitpun kebaikan-kebaikan mereka, kecuali telah tercatat dalam kitab yang terjaga.

Pagi itu cuaca terasa sejuk, cerah, namun matahari belum juga menampakkan sinarnya. Alunan takbir sahut-menyahut terdengar menggema.  Iya, hari itu bertepatan hari raya Idul Adha.  Kali pertama berlibur hari raya di kota Mamuju. Penulis tidak dilahirkan di kota ini, namun tahun delapan puluhan adalah awal kali menginjakkan kaki di kota ini. Meskipun demikian mengenalnya sebatas saja, karena selanjutnya penulis dibesarkan di Tarailu, sebuah desa kecil berjarak puluhan kilo meter dari ibu kota,  hingga selesai bangku sekolah menengah atas.

Sesekali menginjakkan kaki, membuatnya tidak mengenal banyak seluk-beluk kota ini. Itulah sebabnya pagi itu ia tersesat di persimpangan jalan. Motor yang ditumpangi bermaksud membawanya ke pesantren Hidayatullah, tapi entah kenapa lajunya membuat ragu, hingga akhirnya diturunkan di sebuah jalan sepi dan tentu saja asing baginya. Karena tidak ingin berlama-lama, maka ia pun putuskan berjalan kaki mendekati alunan suara takbir terdekat yang terdengar. Subhanallah, ternyata yang dituju sudah dekat, hingga akhirnya langkah kaki berhenti pas di pintu gerbang pesantren.

Selain pesantren Hidayatullah, Masjid Agung Mamuju tempat melabuhkan harapan. Perencanaan demi perencanaan  pun  berawal  dari sini, meskipun  pada akhirnya penulis lebih banyak di Masjid  Agung sebagai Masjid ternama di Mamuju pada waktu itu. Beberapa kenalan baru mulai membangkitkan semangat juang, dinding masjid ditempeli panflet info STIBA tempat  penulis menimba  Ilmu di Makassar, hal itu dengan harapan akan ada generasi muda di Mamuju sudi menjadi teman seperjuangan kelak membangun peradaban di kota ini, dari sebuah program pekanan bernama Tarbiyah.

Tiap kali liburan, adakalanya sebagiannya dihabiskan di kota ini. Sengaja diajukan pada ibu, karena keinginan bersama teman di Mamuju yang nantinya menjadi sahabat dalam perjuangan. Hingga suatu waktu terlontar kalimat “kamu mau jadi orang Mamuju yah ?”. Tanya Ibuku suatu waktu.

Liburan demi liburan membuahkan pertemanan dengan beberapa pemuda, beberapa tokoh Agama dan Masyarakat, meskipun secara khusus baru lingkup pengurus Masjid Agung. Tapi hal itu sudah sangat membantu. Namun belum bisa memulai program Tarbiyah. Hingga pada suatu waktu seorang teman mengabarkan bahwa di Mamuju telah ada akhwat aktifis kampus alumni UNM Makassar, yang akhirnya menjadi pelopor dan cikal bakal terkumpulnya pemuda-pemuda pengusung lembaga dakwah di daerah ini.

Titik Terang Awal Sebuah Perjuangan

Sekitar tahun 2003 adalah pertama kali diadakan Daurah di Mamuju, tentu saja penulis tidak ingin melewatkan kesempatan itu, undangan segera direspon “Inilah awal sebuah perjuangan”, gumamku saat itu. Pesertanya lumayan banyak dan mendapat respon baik, meskipun dalam perjalanan daurah saat itu, seorang mahasiswa mendebat pada bagian materi Ibadah yang penulis sajikan, tapi itu wajar toh kami sama-sama berdarah muda. Iya penulis, diantara pemateri pada daurah perdana kala itu, melengkapi pemateri lainnya.

Forum Studi Islam (FSI) Ulul Albab menjadi wadah kami pada waktu itu, berawal dari dua orang akhwat alumni tarbiyah dari Makassar, selanjutnya bertambah dengan kembalinya akhwat yang telah menyelesaikan studinya, sehingga genap menjadi 4 orang. Merekalah yang berperan sebagai pionir pertama dan utama pada saat itu, hingga kemudian menjadi awal terbentuknya Forum yang selanjutnya mewadahi berlangsungnya khalaqah-khalaqah kajian keislaman. Meskipun semakin nampak setelah pemuda yang tergabung dalam Forum itu memutuskan untuk mendatangkan seorang Da’i tetap dari Makassar. Da”i tersebut akan ditempatkan di Mamuju sebagai pembina secara rutin, disamping pembina dari Majene dan Makassar yang akan didatangkan secara berkala.

Energi dan buah tarbiyah yang mengalir dalam jiwa 4 orang akhwat, disusul dengan terlibatnya beberapa pemuda, serta seiring dengan semakin bertambahnya kader-kader yang mulai berdatangan dari berbagai daerah. Memilih menetap di kota ini sebagai pegawai pada istansi-istansi pemerintahan. Hal itu semakin memberi kekuatan tersendiri dan memperkuat laju pergerakan dakwah di Bumi Manakarra ini, melebihi laju dan pergerakan ormas dan lembaga lain yang telah dahulu ada. Meskipun kehadiran FSI yang selanjutnya berganti menjadi Forum Ukhuwah Pemuda Islam (FUMI) di Mamuju tentu bukan untuk menjadi penyaing, tetapi menjadi mitra bagi lembaga dakwah yang lebih dahulu ada, serta bersinergi dalam sebuah kerja-kerja dakwah.

Kehadiran Forum ini semakin menunjukkan eksistensinya seiring dengan semakin bertambahnya jumlah jamaah dan kader-kadernya, hingga pada akhirnya tepatnya pada tahun 2008 resmi berubah menjadi DPC Wahdah Islamiyah Mamuju. Penulis bersama dengan belasan teman-teman pada waktu itu dikukuhkan sebagai pengurus.

Terwujudnya Lembaga Dakwah yang Lebih Kongkret

Harapan dan cita-cita besar akan hadirnya lembaga dakwah yang nantinya akan mewadahi langkah dan pergerakan kami akhirnya terwujud. Tercatat banyak nama dan tokoh yang telah berjaza, berperan atas terwujudnya lembaga dakwah ini, penulis sengaja tidak menyebutnya satu-persatu, biarlah nama-nama mereka tercatat dalam buku catatan Malaikat yang mulia, yang tidak akan menyia-nyiakan, serta tidak melewatkan sedikitpun kebaikan-kebaikan mereka, kecuali telah tercatat dalam kitab yang terjaga.

Dalam sebuah Tabligh Akbar di Masjid Nurul Muttahidah, hadir Asisten III selaku perwakilan Pemerintah Daerah yang dalam sambutannya memberikan apresiasi dan dukungan atas terbentuknya Ormas Islam ini di Mamuju. Harapannya akan bersinergi dengan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan, khususnnya pada pembangunan sumber daya generasi muda dan pembangunan ummat ini secara umum. Ratusan jamaah yang memadati masjid pada waktu itu dengan antusias mendengarkan sambutan maupun materi yang disajikan.

Wahdah Islamiyah adalah Ormas Islam yang bergerak dibidang Dakwah, Tarbiyah, Pendidikan, Sosial dan Lingkungan Hidup. Melalui program unggulanya melahirkan kader-kader yang siap berjuang mendakwahkan Islam di atas manhaj salafus Shaleh atau yang lebih familiar dikenal sebagai Ahlus Sunnah Wal Jamaah.

Mereka yang tergabung dalam lembaga dakwah ini adalah orang yang mau bekerja, berpikir siang dan malam tanpa tendensi-tendensi profit. Hal itu terbukti dalam perjalanan organisasi ini dengan usianya yang sangat muda namun telah memiliki kader kurang lebih 700 orang, baik ikhwah maupun akhwat. Dari sebelumnya tanpa asset, kini telah memiliki Markaz dakwah, meliputi Masjid dan lembaga pendidikan mulai dari jenjang PAUD, TK, SD hingga SMP.

Dakwah dan Tarbiyah Adalah Fokus Utama

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, kalau suatu saat akan menetap berdakwah dan memiliki teman seperjuangan di Bumi Manakarra ini. Dahulu penulis hanya berharap kelak akan menghabiskan umur dan membina di sebuah pesantren, namun takdir menghendaki lain, tapi tentu saja ini adalah awal dari keinginan, dan buah dari Tarbiyah. Iya, energi inilah yang telah membentuk dan mengalir menjadi penyemangat, atas taufik dari Allah Subhanhu Wata’ala kemudian melalui mesin tarbiyahlah yang menjadi pemantik segalanya. Hingga sejumlah rekan seperjuangan menyulap rawa menjdi tanah rata sehingga terbentuk bangunan Masjid Al Ikhsan, sebuah bangunan pertama dan memicu berdirinya bangunan-bangunan berikutnya.

Kreatifitas, kerja keras serta keinginan kuat mewujudkan lembaga pendidikan yang nantinya akan menjadi wadah belajar anak dari kader-kader lembaga ini, menjadi penyemangat mendirikan sekolah, meskipun awalnya berangkat dari sebuah gubuk kecil. Namun dengan keikhlasan dan semangat juang yang terus dikobarkan melalui halaqah tarbiyah dan musyawarah, hingga akhirnya terwujud sekolah dengan sarana yang terus meningkat. Alhamdulillah saat ini telah menjadi pilihan masyarakat Mamuju untuk menyekolahkan anaknya. Kini sekolah ini tidak lagi hanya sekedar untuk internal kader, tapi telah menjadi salah satu sekolah pavorit di Mamuju. Semoga semua ini tidak menjadikan kami terlena dan tetap fokus pada tujuan utama perjuangan ini untuk mentarbiyah ummat.

Semoga tulisan sederhana ini bisa mewakili ide rekan seperjuangan, dalam merangkai jejak-jejak indah yang berserakan, hingga terangkum dalam sebuah kisah yang dapat menginspirasi pembaca tentang awal sebuah perjuangam dakwah di bumi Manakarra. Berawal dari langkah kecil dengan hanya beberapa orang pengusungnya, hingga merebak menjadi jamaah besar di bawah naungan lembaga dakwah, dengan kader-kader yang terus meningkat secara kuantitas dan kualitasnya.

Tulisan tak berharga ini kiranya dapat menggugah pembaca akan peranan energi mesin bernama tarbiyah, yang telah mengalir dalam jiwa pengusung awal dakwah di kota ini. Selanjutnya juga menjalar pada jiwa-jiwa pelanjut, hingga akhir zaman kelak.

Jika pada tulisan ini, ada yang terluput yang pembaca ketahui, maka saran perbaikan dapat dialamatkan pada email berikut ini: abu.ubaidillah77@gmail.com, semoga kelak dapat melengkapi kalimat demi kalimat, hingga menjadi paragraf, yang akan merangkai narasi lengkap dan terbukukan menjadi sejarah perjuangan dakwah di Kota Mamuju tercinta ini.

 

Saudaraku Seperjuangan  Tetaplah  Bertarbiyah !

Diselesaikan di Mamuju, 27 November 2018

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button