Seri Ceramah Tarawih 4: Kejujuran Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam
Oleh:
Muhammad Ali, SH
Kejujuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam segala aspek; dalam diamnya, bicaranya, menegur, marah selalu jujur. Senyumnya, tangisnya jujur, bahkan kejujuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sampai pada persoalan isyarat mata.
Ketika awal ramadhan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan akan menyeru:
بَاغِىَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِىَ الشَّرِّ أَقْصِرْ
‘Wahai Pencari kebaikan sambutlah, wahai Pencari kejelekan berhentilah…
Tidak terasa kita sudah di malam yang ke-4 di Bulan Ramadhan, dan waktu akan berlalu. Sehingga melalui kesempatan ini, kita saling mengingatkan untuk memanfaatkan kesempatan demi kesempatan, jangan nanti di 10 malam terakhir. Waktu ini sangat mahal, kita bisa melihat waktu 3 hari yang telah berjalan. Orang yang cerdas selalu melihat kesempatan-kesempatan yang Allah berikan kepadanya.
Salah satu definisi yang disebutkan para ulama kita adalah tentang kecerdasan ini adalah memanfaatkan waktu yang ada. Tidak sedikit dari kita yang diuji dengan buah hatinya, ada yang sakit dan lain sebagainya.
Ramadhan kali ini kita mencoba membahas Murabbinya (guru) para sahabat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mungkin kita mengatakan bahwa kita ini bukan nabi, ini konsep yang keliru dan bertentangan dengan apa yang disampaikan para ulama. Dalam sebuah syair disebutkan:
Inllam Takuunu Mislahum Fatasyabbahu Inna Tasyabbbuha Bikiroomi Falaakhu.
Artinya: “Jika kamu tidak bisa persis seperti mereka, mirip-miriplah seperti mereka. Karena mirip dengan orang yang mulia, adalah satu keberuntungan yang sangat besar”.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Qs. Al-Qalam: 4)
Kita berusaha mentadabburi ayat-ayat ini melalui point-point yang disebutkan oleh penulis dalam buku ini. Pembahasan kita tentang kejujuran, berbicara tentang kejujuran maka Agama kita adalah Agama yang sangat memotivasi terkait dengan ini.
Kejujuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam segala aspek; dalam diamnya, bicaranya, menegur, marah selalu jujur. Senyumnya, tangisnya jujur, bahkan kejujuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sampai pada persoalan isyarat mata.
Dalam sebuah tawaran perang, para sahabat bertanya kepada beliau:
Ya Rasulullah mengapa Anda tidak memberikan isyarat dengan kedua mata Anda kepada kami agar kami membunuhnya, yaitu terhadap tawanan perang yang dimaksud disini. Kemudian beliau menjawab sesungguhnya tidak patut seorang Nabi mempunyai penghianatan mata.
Kita mengenal dalam sejarah bahwa pemikiran beliau diakui orang-orang Arab sehingga digelari Assadiqul Amin, itulah kenapa Khadijah tertarik dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut beberapa penuturan musuh-musuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengakui kejujuran dan amanah beliau, diantaranya:
- Al-Akhdhar bin Haris
Pernah berkhutbah, wahai pembesar quraisy demi Allah saat ini Anda menghadapi sebuah perkara yang dimana kalian tidak punya jalan keluar dari urusan itu. Sebelum ini, Muhammad adalah anak muda yang paling kalian ridhoi, paling jujur perkataannya dan paling besar amanahnya. Setelah nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam membawa wahyu maka kalian mengatakan bahwa dia tukang sihir.
- Abdullah bin Salam
Ketika Rasulullah datang ke Madinah, orang-orang berbondong-bondong mendatangi beliau. Aku ikut bersama orang-orang untuk melihat langsung beliau, aku meneliti wajah beliau maka aku pun yakin bahwa beliau bukan pembual/pendusta.
- Heraklius
Ketika datang pedagang Arab ke Roma, beliau bertanya tentang keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka dipanggillah Abu Sufyan yang saat itu belum masuk Islam, kemudian beliau ditanya: apakah sebelum beliau menjadi Nabi, dia adalah orang yang pernah berdusta?. Abu Sufyan tidak bisa menolak, dia menjawab dengan jujur tentang apa yang beliau lihat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Heraklius berkata kalau dihadapan manusia dia jujur, maka tidak mungkin dia akan dusta terkait dengan apa-apa yang disampaikan Allah Subhanahu wata’ala.
Mamuju, 04 Ramadhan 1440 H
Ditulis oleh: Abu Muadz Ashriady