Artikel

Seruan Adzan di Masa Sulit dan Rintihan Hati Seorang Mukmin

Seruan Adzan di Masa Sulit dan Rintihan Hati Seorang Mukmin

(Mengambil Pelajaran di Balik Musibah Corona)

Keimanan kita diuji, nalar kita tersentak, nyali pun hari demi hari semakin menciut. Pemberitaan yang semakin berseliweran tentang musibah ini membuat kita semakin sulit membedakan yang mana fakta dan yang mana hoaks. Siapa yang menyangka, makhluk Ciptaan Allah yang berukuran sangat kecil ini (120 Nanometer) setara dengan sepermiliar meter telah mengegerkan manusia seantero jagat raya, merumahkan aktifitas-aktifitas perkantoran dan sekolah bahkan aktifitas ibadah (baca: sholat 5 waktu berjamaah di Masjid) bagi seorang muslim serta memberi dampak pada perekonomian dunia. Sebagai manusia yang beriman tentunya kita menyadari bahwa semua itu tidak lepas dari skenario Allah Subhanahu Wata’ala. Semoga semakin menyadarkan kita bahwa manusia tidak berdaya dihadapan Rabbul Izzati wal Jalalah, jika Allah menginginkan semuanya akan terjadi walaupun semua manusia tidak menghendakinya.

Sebagai mukmin pun perlu menyadari bahwa ketika segala bentuk ikhtiar telah dilakukan, social distancing, Work From Home (WFH), serta usaha-usaha lainnya maka urusan ini kita serahkan kepada Sang Pengatur Kehidupan ini, Allah Subhanahu Wata’ala. Musibah ini memberikan pelajaran kepada manusia, bahwa dirinya tidak berdaya di hadapan Allah, melepas sifat-sifat kesombongan; merasa paling kuat, merasa paling memahami, merasa paling peduli, merasa paling sehat, merasa paling kebal; merasa paling sholeh atau sifat-sifat congkak lainnya. Tidak cukupkah pelajaran bagi kita, Negara dengan perekonomian kuat (Baca: China) telah di porak-poranda oleh makhluk kecil bernama Corona Virus ini.

Berkaitan dengan ini, mari kita renungkan firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

… dan manusia dijadikan bersifat lemah, … (Q.S. An-Nisa ayat 28)

Ada sebuah kondisi berbeda yang mungkin dirasakan orang-orang mukmin, terutama mereka yang menghidupkan shalat berjamaah di Masjid. Ketika seruan adzan dikumandangkan yang biasanya bagi mereka yang taat segera menghentikan segala bentuk aktifitasnya, bergegas menuju masjid namun kondisi saat ini berbeda, mereka diharapkan tetap berada di rumah melaksanakan sholat bersama keluarga masing-masing. Lafadz adzan Hayya ‘alas shalaah dikini berganti dengan Shalluu Fi Buyuutikum, air mata seorang mukmin pun menetes, nikmat berjamaah sementara waktu dicabut oleh Allah yang tidak satu pun orang yang bisa memastikan kapan kondisi ini berakhir.

Ujian keimanan ini telah datang menghampiri kaum muslimin, mungkin saatnya menyadari tentang semua kondisi kita selama ini, sejauh mana seorang mukmin telah berupaya menjaga hak-hak Allah dalam kehidupannya. Jika kita merasa kehilangan dengan kenikmatan shalat berjaamaah ini, sudahkah kita telah menjaganya selama ini, sudahkah kita menjadi orang yang menempati shaf-shaf pertama di masjid, sudahkah kita menjadi orang yang tidak pernah ketinggalan Takbiratul Ihram bersama imam ataukah kita masih menjadi ahli masbuk setiap saat. Ujian ini adalah bagian penting yang perlu kita kembalikan pada pribadi masing-masing, dan tentunya seorang mukmin senantiasa mengambil pelajaran dari setiap musibah yang menimpanya.

Sungguh mulia Agama ini telah mengajarkan kepada seorang mukmin bahwa ketika diberikan nikmat kepadanya maka dia bersyukur, namun jika ditimpakan musibah kepadanya maka dia bersabar. Musibah ini tidak diharapkan menjadikan kita manusia yang terlarut dalam kesedihan karena kita pun yakin bahwa di balik musibah itu, Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa memberikan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Agama ini telah memberikan contoh bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sahabatnya menyikapi kondisi-kondisi sulit seperti ini.

Maka dari itu, seyogyanya seorang mukmin tetap mendengarkan arahan-arahan pemerintah, ulama tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam kondisi seperti ini. Apabila Majelis Ulama telah mengeluarkan maklumat tentang larangan sholat berjamaah di Masjid untuk sementara waktu bahkan Sholat jumat harus diganti dengan Sholat Dhuhur di rumah makan ini adalah perkara yang mesti dijalankan demi kemaslahatan bersama. Mungkin bagi sebagian kita, ini adalah perkara berat dan tidak lazim bagi seorang mukmin yang konsisten berjamaah di Masjid, tetapi disini dituntut kesabaran dan kepasrahan dengan kondisi yang ada.

Bukankah Allah Subhanahu Wata’ala telah menjanjikan pahala bagi yang punya kebiasaan shalat berjamaah namun karena kondisi tertentu, misalnya saat merebaknya wabah corona sehingga tidak bisa shalat berjamaah di masjid, maka ia tetap mendapatkan pahala berjamaah sebagaimana hadits berikut.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat”. (HR. Bukhari, no. 2996)

Selain itu, kita harus berusaha mengesampingkan perasaan kita sebagai manusia apalagi jika tidak ditopang oleh dalil yang kuat. Kita harus meyakini bahwa keputusan Ulama telah berdasarkan pada kaidah-kaidah syar’i yang Insya Allah tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihu wasallam. Dalam kondisi saat ini, apabila merasa khawatir terkena virus (karena sudah menyebar di daerahnya) atau ia dapat mencelakai orang lain, maka dia diberi keringanan tidak menghadiri shalat Jumat dan shalat berjamaah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Tidak boleh memberikan mudarat tanpa disengaja atau pun disengaja”. (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah, no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540)

Diakhir tulisan ini, penulis ingin mengajak kepada diri sendiri dan kaum muslimin untuk tidak larut dalam kesedihan. Mari kita bangkit dari ketakutan dan kegelisahan, masih banyak aktifitas ibadah yang bisa kita amalkan dalam kondisi-kondisi sulit seperti ini. Jauhkan rasa putus asa, patuhi anjuran para pakar kesehatan yang ada di negeri kita, waktu ini adalah saat yang tepat agar kita semakin dekat dengan Allah Subhanahu Wata’ala. Perbanyak panjatkan doa kepada Allah sang pemberi solusi atas setiap musibah yang menimpa manusia, doa-doa saat kondisi sulit mudah diijibah oleh Allah, semoga Allah Subhanahu wata’ala segera mengangkat musibah wabah Corona ini.

Mamuju di Masa Sulit, 27 Maret 2020
Penulis

Ashriady, SKM., M.Kes
Ketua Departemen Kesehatan Wahdah Islamiyah Mamuju

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button