Dakwah adalah Pengorbanan
Oleh:
Amiruddin, S.Pd.I., M.Pd.I
Berdakwah merupakan kewajiban yang tidak diragukan lagi, dalam kondisi banyak yang menyerukan pada kebenaran maka merupakan fardu kifayah. Sebaliknya ketika seseorang berada dalam kondisi tidak ada yang bisa kecuali harus tampil sebagai penyeru kebenaran, maka baginya fardu ‘ain.
Allah subhanhu wata’alah berfirman :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ
وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Terjemahnya :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104).
Dengan berdakwah seseorang akan meraih keutamaan yang luar biasa, hal itu karena dalam melakoninya tidak semudah yang kita bayangkan, di dalamya penuh onak dan duri, tantangan demi tantangan akan menghiasi langkahnya. Baik dari internal da’i itu sendiri maupun dari eksternalnya. Tidak jarang ditemukan penolakan, cacian, serta kekurangan sarana dan media dalam berdakwah. Sementara kebutuhan akan dakwah ini menuntut menembus ke daerah-daerah paling terpencil sekalipun, sehingga ketersediaan sarana dan penunjang tercapainya dakwah ini tentu sangat dibutuhkan.
Dalam banyak edisi Majalah Hidayatullah, penulis banyak mendapatkan inspirasi, dan pencerahan bagaimana sosok da’i militan, yang diterjunkan dalam medan dakwahnya dengan perbekalan terbatas, ada yang hanya berbekal seadanya, ada yang kehabisan bekal ketika masih dalam perjalanan, dan berbagai keterbatasan lainnya. Namun setiba di daerah tujuan, mereka bisa sukses, tentu saja setelah diawali dengan perjuangan yang sangat panjang lagi menantang. Demikianlah semua dalam rangka pengorbanan. Allah Subhanahu Wata’ala ingin menguji hamba Nya, siapa diantara mereka yang paling bersabar.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ
نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Terjemahnya:
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya : “Bilakah datangnya pertolongan Allah ?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat” (QS. Al Baqarah 2: 214).
Syaikh Said bin Ali Bin Wahf Al Qahthany, dalam bukunya Muqawimaat ad Dai yat an nanjih fi Dauil Kitabi wa Sunnah Mafhumum wa Nadharun wa Tatbiiqun, menyebutkan setidaknya ada sembilan pilar yang harus dimiliki agar seorang Da’i bisa sukses dalam dakwahnya. Salah satunya adalah bersabar menghadapi ujian.
Bahtera dakwah masih akan terus bergerak menuju tujuan, Secercah harapan menuju sukses menjadi dambaan setiap penyeru, tidak terkecuali oleh penulis. Hanya kepada Allah ketetapan hati ini kami tambatkan, kemudian kepada segenap sahabat seperjuangan. Sungguh beban akan menjadi ringan bila diusung secara bersama, dan dengan kesabaran.
Memberi Bukan Mencari Manfaat
Dakwah adalah pengorbanan, hal itu karena dalam melakoni aktifitas ini membutuhkan banyak pengorbanan, baik pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, materi, bahkan nyawa sekalipun. Dan tidak sedikit pengorbanan itu justru bersumber dari pelaku dakwah itu sendiri, mereka berdakwah sekaligus memberi dan membiyai dakwahnya. Bukan materi yang mereka cari, bukan popularitas yang mereka nanti, bukan pula pujian yang mereka harapkan.
Generasi awal ummat ini telah membuktikan sekaligus teladan terbaik kita, terkisah banyak momen yang mengisahkan pengorbanan mereka dalam perjuangan ini. Berjuang sekaligus membiayai perjuangannya, dua hal yang tidak terpisahkan lagi. Al Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menuturkan sosok Abu Talhah menyerahkan kebun kurmanya yang berhadapan dengan Masjid Rasulullah untuk dimanfaatkan dalam perjuangan Islam, sebagai bentuk respon cepat setelah turunya firman Allah pada surah Ali Imran ayat 92 :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Terjemahnya :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.
Abu Bakar As Siddiq, yang menyerahkan seluruh hartanya, dan tidak menyisahkan untuk keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya, Usman bin Affan, yang banyak membiayai peperangan, Abdurrahman bin Auf, yang kekayaanya tidak melupakan dirinya pada kedermawanan. Banyak lagi kisah teladan lainnya, yang menunjukkan pengorbanan terbesar mereka, padahal juga terlibat langsung dalam dakwah dan perjuangan kala itu.
Saudaraku Seperjuangan …
Dakwah membutuhkan pengorbanan, aktifitas besar dengan kebutuhan dana besar, siapa yang akan membiayai?, dari mana dananya ?.
Seabrek pertanyaan semisal, akan selalu menemani para aktifis dakwah. kalau bukan Ummat Islam sendiri yang membiayai, maka siapa lagi ?. Maka bersyukurlah karena dakwah ini masih membutuhkan kita, berbahagialah karena dana kita masih dibutuhkan. Maka berkorbanlah dalam dakwah, niscaya akan menjadi milikmu. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
Surat Al-Isra’ Ayat 7
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا
Terjemahnya :
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”
Dari segi waktu, tidak sedikit yang dibutuhkan untuk mengerjakan banyak hal, waktu belajar anda menyiapakan materi sebelum berdakwah, maka sejak itu, waktu shalihin dan shalihat tidak terbuang sia-sia. Siang dan malam terkuras demi pelayanan ummat, dan berbagai kesibukan dalam rangka memajukan dakwah dan tarbiyah, semuanya dalam rangka pengorbanan.
Tenaga, fisik yang anda gunakan tidak selamanya kuat, maka masa lemahmu kelak akan menuai berkah, kesibukan membuahkan lelah, maka kelak berbuah bahagia. Anak dan keluargamu yang sering ditinggal pergi, karena dakwah dan tarbiyah akan tergantikan dengan ketenangan diakhirat, Insya Allah.
Kekurangan materi, harta dan fasilitas yang juga menjadi tanggung jawabmu, semoga tercukupkan dari zat yang maha kaya, yang tidak akan menyia-nyiakan hambaNYA.
Teruntuk jiwa pejuang, …
Akhukum Fillah,
Di Bumi Manakarra Mamuju. 23 November 2018.