Artikel

Seri Ceramah Tarawih 15: Kedermawanan & Kemurahan Hati Nabi Shallallahu ’alaihi Wasallam

Oleh:
Irwanto AR, S.IP
Ketua Yayasan Pesantren Wahdah Islamiyah Mamuju

Berbicara tentang kedermawanan dan kemurahan hati, maka tidak ada contoh yang terbaik selain beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah orang yang paling dermawan, manusia yang paling suci, paling mulia pergaulannya, bahkan kedermawanan beliau digambarkan sebagai angin yang berhembus, bagaimana cepatnya angin berhembus maka secepat itu pula kedermawanan beliau.

Di Bulan Ramadhan, akhlak utama dan mulia yang beliau tampakkan khususnya tentang kedermawanan ini maka lebih besar lagi pelajaran yang bisa kita ambil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Saksi kedermawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kita bisa mendapatkan kabar dari sahabat-sahabat beliau bahkan dari musuh-musuh beliau sekalipun.

Ketika perang hunain, kemurahan hati Rasulullah digambarkan setelah terjadi peperangan dan beliau memegang ganimah, maka dikatakan beliau adalah orang yang paling agung, dicintai karena kebaikan yang melekat pada diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Salah seorang sahabat, Anas Bin Malik berkata Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling baik, orang yang paling dermawan, dan orang yang paling berani. Ibnu umar mengatakan aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih teguh hatinya, lebih murah hatinya, lebih berani hatinya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah dimintai sesuatu lalu kemudian beliau mengatakan tidak ada, selalu mengatakan iya. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan sesuatu kemudian ada orang yang meminta kepadanya, Rasulullah spontan memberikannya.

Dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu beliau berkata :

جَاءَتِ امْرَأَةٌ بِبُرْدَةٍ… قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَسَجْتُ هَذِهِ بِيَدِي أَكْسُوكَهَا، فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحْتَاجًا إِلَيْهَا، فَخَرَجَ إِلَيْنَا وَإِنَّهَا إِزَارُهُ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ القَوْمِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، اكْسُنِيهَا. فَقَالَ: «نَعَمْ». فَجَلَسَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي المَجْلِسِ، ثُمَّ رَجَعَ، فَطَوَاهَا ثُمَّ أَرْسَلَ بِهَا إِلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ القَوْمُ: مَا أَحْسَنْتَ، سَأَلْتَهَا إِيَّاهُ، لَقَدْ عَلِمْتَ أَنَّهُ لاَ يَرُدُّ سَائِلًا، فَقَالَ الرَّجُلُ: وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُهُ إِلَّا لِتَكُونَ كَفَنِي يَوْمَ أَمُوتُ، قَالَ سَهْلٌ: فَكَانَتْ كَفَنَهُ

“Datang seorang wanita membawa sebuah burdah… lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menenun kain burdah ini dengan tanganku agar engkau memakainya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengambil kain burdah tersebut dalam kondisi memang membutuhkannya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kami dengan menggunakan kain burdah tersebut sebagai sarung beliau. Maka ada seorang lelaki –diantara kaum yang hadir- berkata, “Wahai Rasulullah, berikanlah sarung itu kepadaku untuk aku pakai !”. Nabi berkata, “Iya“. Maka Nabi pun duduk di suatu tempat lalu kembali, lalu melipat kain burdah tersebut lalu ia kirimkan kepada orang yang meminta tadi. Maka orang-orangpun berkata kepadanya, “Bagus sikapmu…, engkau meminta kain tersebut kepada Nabi, padahal kau sudah tahu bahwa Nabi tidak pernah menolak orang yang meminta kepadanya?”. Maka orang itu berkata, “Demi Allah, aku tidaklah meminta kain tersebut kecuali agar kain tersebut menjadi kain kafanku jika aku meninggal”. Sahl berkata, “Maka kain tersebut akhirnya menjadi kafan orang itu” (HR Al-Bukhari no 2093).

Hadits ini menunjukkan bahwa sikap Nabi yang tidak pernah menolak orang yang meminta darinya jika ia punya, merupakan perkara yang telah diketahui oleh para sahabat.

Kemudian kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terlihat ketika ada seorang Arab Badui, pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan bersama sahabatnya, seseorang menarik selendang beliau dari belakang, digambarkan leher Rasulullah merah. Orang ini datang dengan akhlak yang buruk untuk meminta harta kepada Rasulullah tetapi Rasulullah tersenyum lalu memberikan apa yang diminta orang tersebut.

Jadi kisah ini menunjukkan bentuk keteladanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaimana bentuk ketawadhuan beliau, bentuk kesabaran beliau sekaligus bentuk kedermawanan beliau.

Kisah yang lain adalah digambarkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhu, Rasulullah adalah orang yang dermawan, beliau lebih dermawan lagi ketika memasuki Bulan Ramadhan. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

 كَانَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أجْوَدَ النَّاسِ ،

وَكَانَ أجْوَدَ مَا يَكُونُ في رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْريلُ ، وَكَانَ جِبْريلُ يَلْقَاهُ في كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ ، فَلَرَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – ، حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبرِيلُ أجْوَدُ بالخَيْرِ مِن الرِّيحِ المُرْسَلَةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan sampai akhir bulan. Datanglah Jibril dan beliau membacakan kepadanya Al Qur’an dan ketika Jibril menjumpai beliau maka beliau bersikap lebih dermawan dengan kebaikan dibanding angin yang berhembus” (HR. Al Bukhari).

Maka dari itu, mari kita jadikan Bulan Ramadhan ini sebagai sarana untuk melatih diri kita dengan akhlak-akhlak mulia seperti ini yaitu menjadi pribadi yang dermawan dan tidak meletakkan dunia ini di dalam hati-hati kita.

Mamuju, 15 Ramadhan 1440 H
Ditulis oleh : Abu Muadz Ashriady

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Check Also
Close
Back to top button